Kaca itu untuk melihat diri sendiri.


       Sebuah refleksi panjang setelah turun dari medan perang kepanitiaan. Sedikit klise dan agak nggak mutu. Apalagi dianggap penting janganlah. Hidup itu memang penuh perbedaan. Dalam berpacaran saja hanya dua kepala begitu susah untuk menyamakan kesukaan atau keinginan. Kadang salah satu pihak memang harus mengalah dan berdiam. Apalagi dimedan laga kepanitiaan. Medan laga dengan banyak kepala dengan banyak planning, dengan banyak kepentingan dan dengan banyak keinginan. Semua ingin yang terbaik namun kadang komunikasi yang mejadi modal utama keberhasilan malah terlupakan karena semua fokus pada ujuannya masing masing tanpa menengok kesamping. Namun terkadang gesekkan kepentingan dan pikiran pun tidak terlupakan. Merasa terluka , tidak penting, tidak diperhatikan dan tidak ada yang medengar kadang membuat kawan menjadi kendor dan enggan untuk berkomunikasi. Walaupun semua kembali kepada pribadi tapi disinilah letak penting seorang nahkoda kepanitian. Merangkul, merajuk rasa dan mengasah talenta anggota agar dia termafaatkan dengan baik tanpa terlupakan dia juga punya keinginan untuk sama – sama maju. Menjadi orang yang merendah demi yang terbaik juga harus dilakukan nahkoda, baik dia KETUA PANITIA ataupun seorang KOORDINATOR. Menjadi yang lebih bawah demi ngeluk hati orang yang bertalenta. Seorang yang berada sebagai awak kapal hanya akan mengikuti jika dia nahkoda yang pantas untuk dihormati. Tidak memandang dia lebih muda atau pun lebih tua, ketika berwibawa kata dan perbuatan sama maka dia akan disegani. Namun ketika dia tidak melakukannya semua hanya NOL tidak akan ada hasil. Karena ketika acara gagal diluar sana bukan anggota yang akan buruk namanya namun ketuanya, dan ketika acara berhasil maka ketua pula yang akan mendapatkan nama. Namun tak lupa juga layaknya awak kapal tetap bekerja sebaik mungkin walaupun kadang hati harus terluka mendengar kata – kata tajam. Layaknya sebuah keluarga kepanitiaan harus saling mengisi dan melengkapi satu sama lain. Namun saya sendiri juga belum bisa mnjadi awak yang baik. Namun saya juga tidak berminat menjadi nahkoda, karena malas melihat begitu banyak kepentingan didalamnya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menyesap Rindu Dalam Coding (Sastra Edan #7)

Bikin Amplop Cantik

Kost Anyar Nyah...